Sabtu, 18 Juni 2011

Inilah Motivasi Hidup Sesungguhnya

motivasi hidup



Motivasi hidup akan mempengaruhi hidup Anda. Banyak orang yang masih belum memahami apa yang menjadi motivasi hidup atau baru memahami sebagian dari motivasi hidup sebenarnya. Pemahaman yang kurang atau parsial tentu akan mempengaruhi kualitas kehidupan kita.

Apa definisi motivasi hidup? Kita lihat dulu definisi motivasi. Motivasi pada dasarnya adalah alasan atau dorongan untuk bertindak. Maka motivasi hidup bisa diartikan alasan atau dorongan untuk hidup.

Mengapa Kita Hidup?

Dari sini akan membawa kepada sebuah pertanyaan besar, mengapa kita hidup? Mengapa kita ada di dunia ini? Siapa saya? Banyak orang yang berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Namun mereka tidak akan menemukan jawabannya atau menemukan jawaban yang salah selama mereka mencari dari sumber yang salah.
Seharusnya, jika kita bertanya mengapa kita hidup, kita harus bertanya kepada Yang Menghidupkan kita. Tiada lain adalah Allah SWT. Dan, Allah SWT sudah menjawab pertanyaan kita ini dan dituliskan dalam kitab suci kita Al Qur’an.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Ad Dzariat:56)
Jadi ibadahlah yang menjadi motivasi hidup sejati kita. Hidup kita tiada lain hanya untuk beribadah kepada Allah. Segala gerak gerik kita, pemikiran kita, dan ucapan kita harus dalam rangka beribadah kepada Allah.
Tentu saja, pemahaman ibadah disini adalah ibadah secara integral. Bukan hanya ibadah ritual saja, tetapi ibadah secara kesuluruhan. Artinya semua aspek kehidupan yang kita jalani harus dalam rangka ibadah.

Inilah Motivasi Hidup Sejati

Jika ibadah sudah menjadi motivasi hidup kita, inilah yang perlu kita lakukan:

Motivasi Hidup: Ibadah Driven Action

Artinya semua tindakan kita digerakan dalam rangka ibadah kepada Allah. Ibadah adalah penggerak, ibadah adalah motivasi. Tidak ada yang kita lakukan kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah. Bukan untuk yang lain.
Pertama: Jadikan, semua yang kita lakukan saat ini menjadi bernilai ibadah. Tapi hati-hati, ada berbagai tindakan yang tidak bisa diubah menjadi ibadah yaitu tindakan yang nyata-nyata perbuatan maksiat. Untuk tindakan maksiat, harus dihentikan dan diganti dengan ibadah. Untuk mengganti tindakan “biasa” menjadi tindakan ibadah ialah dengan dua cara:
  1. Niatkan sebagai ibadah
  2. Lakukan dengan cara yang sesuai syariat
Kedua: Ketahui apa saja ibadah yang harus kita lakukan dan lakukanlah sebisa mungkin. Ketahuilah apa yang dilarang dan jangan lakukan.
Mudah-mudahan kita semua menjadi pribadi yang hidup dengan motivasi hidup sejati ini. Inilah moto hidup kita: Hayatuna kuluha ibadah = hidup kita seluruhnya adalah ibadah.

Memahami Makna Ibadah

Ibadah artinya tunduk dan patuh secara total kepada Allah. Bukan hanya tunduk secara ritual melainkan juga tunduk secara sosial. Sayangnya makna ibadah ini selalu dipersempit kepada wilayah ritual saja. Mana yang lebih penting? Keduanya!
Jangan karena rajin melakukan ibadah ritual, maka ibadah muamalah ditinggalkan. Atau sebaliknya, karena sibuk ibadah muamalah (berdagang) maka dia meninggal ibadah ritual yang justru sebagai pokok ibadah, yaitu shalat.
Ibadah juga tidak hanya yang disebutkan dalam rukun Islam saja. Itu adalah rukun, tetapi masih banyak ibadah-ibadah yang harus dan bisa kita lakukan. Silahkan buka al Quran dan hadits, setiap kita menjalankan perintah itu adalah ibadah. Setiap kita meninggalkan apa yang dilarang, itu juga ibadah.
Dakwah juga ibadah. Bukan tugas ajengan, kiai, ustadz, mubaligh, atau ulaman saja. Tetapi tugas semua orang Muslim. Artinya Anda pun memikul kewajiban untuk berdakwah. Begitu juga, berdakwah itu bukan hanya ceramah saja. Ceramah adalah bagian dakwah, tetapi masih ada bentuk-bentuk dakwah lainnya.
Agar Anda lebih sempurna dalam ibadah, maka kita harus terus-menerus meningkatkan ilmu tentang agama agar kita mengetahui apa saja ibadah yang bisa dan harus dilakukan oleh kita. Kemauan kita mempelajari agama adalah ciri seseorang yang memahami makna motivasi hidup sejati.
Silahkan renungkan, sejauh mana Anda mau mempelajari agama. Memahami apa saja yang diperintahkan dan apa saja yang dilarang. Sejauh mana Anda membaca hadits dan Al Quran? Sejauh mana Anda belajar tata cara ibadah dan hukum Islam kepada para ahlinya?
Motivasi hidup juga bukanlah agar kita berguna untuk sesama. Tidak, bukan itu. Berguna bagi sesama bukanlah motivasi hidup sejati, kecuali diiringi dengan niat karena Allah. Jika niat karena Allah, maka berguna bagi sesama adalah bagian dari ibadah yang tentu saja ada aturannya dalam Islam. Artinya, jika Anda ingin berguna bagi sesama, setelah niat, Anda harus melakukannya sesuai dengan tuntunan Al Quran dan hadits. Karena itu syarat ibadah, niat dan syar’i.
Tidak, tidak ada motivasi hidup yang lain. Hanya untuk beribadah kepada Allah. Bukan untuk kesenangan, bukan untuk popularitas, bukan juga untuk harta dan kekayaan. Inilah motivasi hidup hakiki.

POTENSI WANITA

Ada tiga potensi wanita,bila digunakan untuk agama,maka agama akan tersebar dan perkembangannya pun akan cepat.Seperti dijaman Rasulullah agama berkembang dan sempurna hanya dalam waktu kurang lebih dua puluh tiga tahun,tentu sebagian ini karena isteri-isteri beliau dan para shahabiah ikut mendukung Rasulullah.Beda dengan jaman Nabi Nuh a.s dalam masa sembilan ratus lima puluh tahun.tapi hanya mendapatkan pengikutnya kurang lebih delapan puluh orang,karena isteri-isterinya tidak mendukungnya.
“Tangisan,rayuan dan pengorbanan”.
Tangisan,rayuan dan pengorbanan adalah fitrah wanita.Namun kadang-kadang ada yang tidak menyadari,atau yang sadarpun kadang-kadang ia gunakan tidak sesuai dengan agama.
TANGISAN dan RAYUAN
Sekeras dan setangguh apapun ia pasti pernah menangis.Baik itu tangis kesedihan,terharu,bahagia,atau kepura-puraan demi mencapai suatu tujuan.
Namun alangkah indahnya.jika tangisan itu ia gunakan kepada Allah dalam sebuah permohonan.Memohon ampun kepada Allah,memohon hidayah bagi dirinya,keluarganya bahkan untuk seluruh insan lainnya.
“Seseorang yang menangis karena takut kepada Allah,maka ia tidak akan masuk neraka,seperti susu yang tidak akan kembali lagi ketempatnya.”(Hadits)
“Wajah yang dibasahi air mata yang karena takut kepada Allah walaupun sedikit akan dibebaskan dari siksa neraka.”(Hadits)
“Do’a seorang muslim untuk kawannya yang sedang tidak (hadir) bersamanya,akan dikabulkan (oleh Allah).”(HR.Muslim,Ibnu Majah,Ahmad)
Alangkah indahnya bila tangisan dan rayuannya kepada suaminya,ia gunakan untuk merayu suaminya agar taat kepada Allah,agar lebih berkorban dan berjuang demi agamanya Allah.Dan dengan harapan agama ini bisa tegak dimuka bumi dan syiar-syiar Islam diamalkan dimana-mana.
Alangkah indah bila ia merayu anak-anaknya,demi mengajarkan agama kepada anak-anaknya.Karena ia berharap kelak anak-anaknya jadi anak-anak yang shaleh-shalehah dan jadi da’i-da’inya Allah SWT.
PENGORBANAN
Setiap wanita pasti pernah berkorban,baik untuk dirinya sendiri ,orang tuanya,yang dicintainya,atau demi orang lain.Bahkan tak jarang!Banyak wanita yang telah dibutakan oleh cinta semunya rela mengorbankan kehormatannya,Inilah salah satu hikmah kenapa dalam agama tidak ada pacaran atau dilarang khalwat.Karena bila wanita sudah cinta,ia rela mengorbankan apa saja.Bahkan ia akan menyerahkan dirinya bulat-bulat demi cintanya.
Alangkah indah bila sifat pengorbanan wanita ini ,ia gunakan hanya untuk agama.Demi mencapai redhanya Ilahi.Kesehariannya dalam memelihara,merawat rumah tangganya,bahkan pelayanan yang ia berikan kepada seluruh ahli keluarganya,ia lakukan demi ketaatan kepada Robbnya dan demi agama ini tetap tegak dengan dimulai ahli keluarganya.
Ia mentaati suaminya karena ia ingin mentaati Allah.Ia melahirkan,merawat dan mendidik anak-anaknya,karena ia berharap anak-anaknya kelak taat pada agama dan bermanfaat bagi agama.Bahkan ketika ia memasak ia niatkan agar bisa menambah ketaatan seluruh keluarganya kepada Allah SWT,atau kata lain”biar kuat da’wah”.Namun semua ini hanya dapat dilakukan oleh wanita yang punya kerisauan tentang agama.
Benar ada yang mengatakan,”Kalau mendidik seorang laki-laki,maka ia hanya mendidik seorang saja.namun bila ia mendidik wanita maka ia seperti mendidik seribu manusia.”
Sungguh,pengaruh wanita terhadap agama sangat besar.Tapi ini harus adanya fikir wanita tentang agama,ada kesedihan bila ia melihat agamanya sudah mulai ditelantarkan.
Wanita boleh terkurung dalam kotak segi empat,tapi fikirnya tentang agama harus menembus cakrawala.
Memang tak ada Nabi yang wanita,tetapi para Nabi-Nabi lahir dari wanita.Tentu Allah pun titipkan mereka kebukan sembarang wanita.Tentu wanita pilihan yang Allah percayakan yang dalam rahimnya,asuhannya lahir para Nabi,begitu juga para ulama muttaqin.
Berapa banyak laki-laki yang dapat hidayah karena wanita.
Ustman bin Affan r.a dapat hidayah karena bibinya.Umar bin AlKhattab r.a disebabkan adiknya Fathimah binti AlKhattab r.ha.Abu Thalhah r.a disebabkan oleh Ummu Sulaim r.ha.Dan juga bagaimana Khansa r.ha menyemangati keempat anaknya untuk menggapai surganya Allah SWT.
Begitu juga,karena rayuan wanita banyak laki-laki yang terjerumus bermaksiat kepada Allah SWT.
Adam a.s dikeluarkan dari surga karena bujukan isterinya.Yusuf a.s dipenjara karena rayuan zulaikha kepada suaminya Al-Aziz.Bahkan baginda Rasulullah SAW pun sempat kena tegur Allah SWT,hanya karena beliau ingin menyenangkan wanita*.
*Maksud menceritakan disini bukan karena untuk membuka aib tapi untuk mengambil ibrah buat kita.Karena setiap kejadian yang menimpa kehidupan mereka hanyalah asbab pelajaran buat kita.
Begitu besar pengaruh wanita terhadap kaum laki-laki dan anak-anak.Dan wanita yang tau agamanya hanya menggunakan potensinya demi agama,demi meraih cintanya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Pemuda Dalam Perspektif Kebangsaan; Peran Injeksi, Regenerasi, Dan Revitalisasi Gerakan Pemuda

Pemuda Dalam Perspektif Kebangsaan; Peran Injeksi, Regenerasi, Dan Revitalisasi Gerakan Pemuda ––Sebuah kajian dari perspektif Historis, Akademik, dan Pergerakan Kaum Muda.
Dalam sejarah dunia tak satupun gerak perubahan tidak melibatkan kaum pemuda di dalam perubahannya. Hal tersebut disebabkan tingginya resistensi kelompok ini terhadap realitas sosial yang terjadi.
Camp Pemuda Remaja
Camp Pemuda Remaja dan Revolusi Dunia
Pemuda termasuk dalam kelompok ini sehingga setiap perubahan di negeri ini tidak luput dari keterlibatan pemuda Indonesia, yang memicu terjadinya pergerakan Pemuda dalam menyikapi fenomena sosial ini oleh Max Weber dikarenakan oleh “the ethic of absolute ends” atau nilai-nilai luhur (idealisme) yang didapatkan oleh pemuda mahasiswa yang dijadikan sebagai main stream perjuangan dalam menyikapi fenomena sosial, dari sudut pandang inilah sehingga pemuda dikatakan “agent nilai”, juga nilai-nilai luhur itupunlah yang dijadikan orientasi pemuda dalam mengawal segala perubahan untuk sebuah proses transformasi sosial sehingga pemuda mendapatkan predikat yang tinggi damata masyarakat maupun dimata birokrasi, Maka sangat wajar jika dalam dunia pemuda sendiri, terjadi kemapanan yang berlangsung terus menerus dan cenderung mempertahankan status quo. Melihat fenomena yang dihadapi oleh Gerakan pemuda yang tidak menentu arah dan semakin kurang menariknya kelembagaan pemuda  menjadi alasan yang mendasari perlunya kajian intensif dalam rangka memperjelas peran dan posisi pemuda. Karena  Gerakan pemuda sebagai pendorong perubahan social selamah ini dianggap mampuh namun pasca Repormasi menjadi tak menentu.
Peran injeksi dalam mengawal suatu Perubahan’
Dalam hal itu, sejarah Indonesia telah membuktikan kebenarannya. Revolusi 1945 adalah revolusi pemuda, yang merupakan klimaks dari long march perjuangan bangsa sejak masa pra-kemerdekaan. Tokoh-tokoh sentralnya, seperti dr Sutomo dan dr Wahidin Sudirohusodo, yang menggagas perkumpulan Budi Oetomo, HOS Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam, adalah orang-orang muda pada zamannya. Mereka adalah para pioner ulung, konseptor pergerakan pada masa pra-kemerdekaan. Bahkan Bung Karno dan Bung Hatta menjadi pimpinan negara pada usia muda, masing-masing 44 dan 43 tahun. Pendek kata, pemuda adalah nafas zaman, tumpuan masa depan bangsa yang kaya akan kritik, imajinasi, serta peran dalam setiap peristiwa yang terjadi di tengah perubahan masyarakat –agent of change. Tidak bisa dipungkiri pemuda memegang peran penting dalam hampir setiap transformasi sosial dan perjuangan meraih cita-cita. Abad 20, dalam perspektif bangsa kita, sesungguhnya adalah sejarah anak-anak muda. Namun itu bukan hanya milik Indonesia. Revolusi Perancis yang menumbangkan monarki dan gereja di abad pertengahan digerakkan oleh kaum intelektual muda. Pemuda Rosseu, Montesquieu, menjadi motor penggerak revolusi menandai zaman baru dan mengilhami bangkitnya renaisans di Eropa. Di Rusia, Revolusi Bolsevik menumbangkan Tsar Nicholas II beserta Dinasti Romanov.
Revolusi Hongaria meletus di tangan para pemuda dan mahasiswa yang  menetang pendudukan Uni Soviet dan pemerintahan boneka. Eropa Barat juga menyaksikan gelombang gerakan pemuda dan mahasiswa sepanjang tahun 60- an: mahasiswa Spanyol bangkit menentang diktator Jenderal Franco pada 1965; hal yang sama juga terjadi di Perancis, Italia, Belgia, dan negara Eropa lainnya. Di dunia Islam Asia-Afrika, para mahasiswa dan pemuda bangkit mempelopori perlawanan terhadap penjajah di sepanjang paruh pertama abad ke-20 sampai tahun 70-an. Para pemudalah yang terlibat dalam Revolusi Aljazair 1954, mengenyahkan Perancis dari tanah itu. Mereka juga berhasil mengusir Inggris dari Mesir. Sejak 1987 hingga sekarang, anak-anak muda bahkan yang masih bocah, telah meletuskan gerakan intifadhah melawan penjajahan Israel di Palestina
Peran Regenerasi’
Pemuda selalu identik dengan perubahan sosial di Indonesia, semenjak jaman kolonial hingga sekarang. Peran kesejarahan dan keterlibatan yang amat panjang telah menempatkannya sebagai kelompok strategis yang memiliki daya dorong transformasi sosial yang signifikan. Hingga tepatlah kiranya bila pemuda dianggap sebagai salah satu ikon penting dalam perubahan sosial di Indonesia. Membaca peran pemuda kontemporer, karenanya butuh diletakkan pada pembacaan historisitasnya. Hal ini bisa dilihat dari peran dan fungsi pemuda Indonesia yang begitu kompleks dalam kehidupan berbangsa, diantaranya mulai perlawanan atas imperialisme, hingga penggulingan rezim kekuasaan despotis, upaya dekonstruksi formasi sosial masyarakat, fungsi sebagai motor penggerak, pengorganisasian dan sekaligus sebagai kekuatan yang berfungsi melawan kekuatan jahat dari luar negara saat ini (neoliberalisme-neoimperialisme).
Mungkin sedikit berkilas balik dan bernostalgia tentang romantisme perjuangan pemuda Indonesia di masa yang lampau. Berakhirnya tanam paksa (cultuur stelsel) telah mengilhami lahirnya politik etis, yang niatan awalnya adalah sebagai bentuk balas jasa pemerintah Hindia Belanda terhadap rakyat Indonesia, atas berbagai macam kekayaan alam bumi Indonesia yang telah dikeruk Belanda. Kaum liberal Belanda yang diwakili oleh Van Deventer mengusulkan program praksis politik dari kebijakan politik etis, yakni trias politica Van Deventer, yang terdiri dari irigasi, emigrasi dan edukasi. Edukasi merupakan bagian politik etis yang mendorong lahirnya sekolah modern di Hindia Belanda, tahun 1902 berdiri Sekolah Dokter Bumiputera (STOVIA). Dari sinilah kemudian lahir lapisan sosial terpelajar dalam masyarakat pribumi. Salah satu pelopor gerakan di masa itu adalah dr. Wahidin Sudhirohusodo, pemimpin majalah “Retnodumilah”. Wahidin berpendapat bahwa kemajuan akan tercapai dengan ilmu pengetahuan barat lewat pendidikan, dengan tanpa meninggalkan warisan Jawa. Tahun 1907 di Jakarta dia bertemu mahasiswa STOVIA dan mendirikan perkumpulan pemuda Budi Utomo pada 20 Mei 1908. Budi Utomo menjadi titik awal lahirnya gerakan kepemudaan yang sifatnya modern dan mengarah pada persatuan nasional, walaupun latar belakangnya masih Jawa sentris. BU menjadi generasi pendobrak bagi perjuangan pemuda Indonesia. Dengan lahirnya Budi Utomo kemudian muncul berbagai macam organisasi kepemudaan yang sifatnya modern, dan mempunyai tujuan politik secara tegas, yaitu melawan imperialisme kolonialisme.
Setelah berjalan dua puluh tahun, beraneka ragam organisasi kepemudaan yang ada di bumi Nusantara –Jong Java, Jong Sumatra, Jong Cilebes, Pemuda Sekar Rukun, Jong Ambon, Jong Borneo, dll- mulai terketuk pintu hatinya untuk mengikatkan diri pada cita-cita luhur, membangun persatuan nasional Indonesia. Sehingga terselenggaralah Kongres Pemuda Indonesia I tahun 1927, dan kemudian dilanjutkan dengan Konges Pemuda Indonesia II pada 1928. Kongres Pemuda II menghasilkan Sumpah Pemuda Indonesia, yang didalamnya menyatakan bahwa Pemuda Indonesia adalah bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, INDONESIA. Sumpah Pemuda menegaskan cita-cita perjuangan pemuda Indonesia, menuju Indonesia merdeka.
Belajar dari ghirah Sumpah Pemuda, pada perjalanannya, pemuda Indonesia selalu berandil besar dalam setiap moment-moment besar perjuangan bangsa Indonesia. Setidaknya, peristiwa 1945, 1966, 1974 dan peristiwa 1998 adalah merupakan keberhasilan emas perjuangan pemuda Indoensia, sebagai warisan nilai-nilai perjuangan 1928. Kini, ketika arus pusaran kapitalisme mulai mengglobal, dengan semangat neoliberalismenya, yang berusaha untuk meruntuhkan tembok besar nasionalisme, pemuda Indonesia kembali ditantang untuk turun pada medan pertarungan. Virus globalisasi yang disemaikan oleh agen-agen neoliberal, bagaimanapun telah melahirkan gerakan emoh negara (I. Wibowo dan F. Wahono (ed), 2003). Parahnya, sasaran utama gerakan ini adalah mereka para pemuda, yang sebagain besar memandang bahwa global itu adalah lebih baik daripada berkutat dalam lokalitas. Akibatnya, jiwa nasionalisme pemuda Indonesia, yang secara susah payah dibangun oleh para founding fathers negeri ini, melalui semangat Sumpah Pemuda, mulai digerogoti dan terkikis sedikit demi sedikit oleh virus globalisasi, yang sifatnya lebih endemik daripada flu burung. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah, bagaimana bangsa Indonesia bisa bangkit, dan menjadi bangsa yang besar? Ketika semangat nasionalisme pemuda sudah tak ada lagi, mereka lebih berpikir untuk kepentingan diri pribadi masing-masing, tidak lagi memiliki semangat kebersamaan untuk memikirkan dan merubah nasib massa rakyat banyak.
Oleh karenanya, sekarang adalah sudah saatnya, bagi kita pemuda Indonesia, untuk kembali berkaca dan mengambil serpihan-serpihan warisan 1928, yang telah terkoyak-koyak. Dahulu, ketika transportasi masih sulit, komunikasi belum secanggih sekarang, mereka pemuda Indonesia di masa itu, telah memiliki semangat kebersamaan yang luar biasa. Mereka bersatu padu membangun persatuan nasional, guna melawan imperialisme yang telah menindas seluruh elemen bangsa Indonesia. Saat ini, ketika tiap hari kita dimanja oleh kecanggihan teknologi, yang memungkinkan kita para pemuda Indonesia untuk berkomunikasi intens tiap hari, mengapa malah semangat kebersamaan itu menjadi semakin terpecah-pecah? Padahal, sekarang kita juga memiliki musuh bersama (common enemy), yang tidak bisa dihadapi sendiri-sendiri. Perlu kebersamaan untuk menangkal badai besar globalisasi dan neoliberalisme, sebagai wujud nyata dari neo-imperilisme. Neoliberlisme telah melumpuhkan sendi-sendi bangsa Indonesia sedikit demi sedikit, yang akibatnya lebih berbahaya dibandingkan dengan imperialisme di masa yang lalu.
Pemuda harus segera mengambil peran, tidak terus-menerus terhegemoni oleh kaum tua, yang semangatnya telah melemah. Warisan 1928 mengajarkan kepada kita semua, untuk menempatkan pemuda pada garda depan perjuangan bangsa. Pemuda harus menjadi pelopor bagi setiap proses transformasi bangsa Indonesia. Adalah salah ketika kita para pemuda senantiasa menunggu dawuh dari mereka kaum-kaum tua, karena Sumpah Pemuda juga tidak lahir dari pesanan kaum-kaum tua, melainkan lahir dari semangat kebersamaan pemuda Indonesia. Sekarang, ketika musuh bersama telah nyata di depan mata, maka sudah waktunya bagi seluruh pemuda Indonesia untuk membumikan kembali semangat bersamaan, yang telah lama terkoyak-koyak. Pemuda harus menjadi ujung tombak perubahan, bahu-membahu melawan neo-imperialisme, untuk merebut makna perjuangan 1928, guna menuju kebangkitan nasional yang sesungguhnya dan mencapai cita-cita luhur bangsa.
Setidaknya ada enam faktor: masalah konsep atau ideologi, sistem, lembaga, strategi, program, implementasi program, dan aktor politik. Andaikata tidak ada persoalan pada kelima faktor terdahulu, maka kegagalan politik terkait pada aktor politik. Persoalan aktor politik yang bisa muncul adalah tentang visi dan kemampuan. Visi umumnya bersifat transenden untuk kepentingan mencapai cita-cita politik jangka panjang. Sedangkan kemampuan merupakan kesanggupan implementatif, yang selain skill, juga menuntut kemampuan fisik. Dalam politik yang menekankan pentingnya aktor yang bersifat personal, maka persoalan kemampuan fisik menjadi hal yang penting. Karena itu, sejauh mana politik mampu melakukan perubahan sangat tergantung sejauh mana lembaga politik melakukan regenerasi terhadap aktor-aktornya. Sebaliknya ada yang berpikir bahwa visi bisa diimplementasikan oleh skill dan kemampuan sistem yang bersifat impersonal. Dalam hal ini, yang dilaksanakan bukan regenerasi, melainkan rejuvenasi terhadap visi sang aktor  Pilihan antara regenerasi dan rejuvenasi itu, jelas mengandung konsekuensi yang berbeda, di mana generasi muda diharapkan dapat memilih dengan cara yang tepat. Bahwa pilihan untuk melakukan, baik regenerasi maupun rejuvenasi, sangat terkait dengan keinginan agar politik mampu melakukan suatu perubahan yang signifikan. Sebab jika keduanya tanpa menawarkan konsep dan perubahan, berarti hanya merupakan suksesi biologis atau sekadar power shift. Hiruk- pikuk tuntutan tentang pentingnya kaum muda diberi peran politik lebih besar seharusnya tidak hanya menuntut dilakukannya regenerasi, tetapi juga mengangkat konsep perubahannya juga. Munculnya Mahatma Gandhi sebagai tokoh politik muda anti kolonialis yang fenomenal di India, karena menawarkan suatu gerakan perubahan alternatif (swadeshi). Hal yang sama terjadi saat Mao Ze Dong muncul sebagai tokoh muda partai dengan konsep long march-nya. Sedangkan perubahan revolusioner digambarkan oleh sepak terjang Che Guevara dan Fidel Castro muda pada masa lalu
Revitalitas Gerakan’
Gerakan pemuda Indonesia, termasuk gerakan mahasiswa, mesti ditafsirkan ulang secara lebih aktual dan kontekstual sesuai dengan perkembangan sosio-kultural kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dewasa ini. Kontekstualisasi gerakan pemuda Indonesia penting sebagai konsekuensi logis perkembangan sejarah kehidupan manusia dan Bangsa Indonesia yang tidak lepas dari ruang dan waktu. Dalam konteks pemikiran ini, kalau sebelum kemerdekan 1945 gerakan pemuda identik dengan perjuangan merebut kemerdekaan dari penjajahan atau kolonialisme asing, dalam era Orde Lama mempertahankan kemerdekaan, para era Orde Baru mengisi ruang-ruang pembangunan, maka dalam konteks era reformasi kini, yang menuntut sejumlah perubahan paradigma, gerakan itu harus kita revitalisasi.
Visi dan misi gerakan pemuda Indonesia mesti diarahkan pada fragmentasi proses perubahan sosial politik dan ekonomi yang lebih berpihak pada kepentingan hidup masyarakat luas di negeri ini. Termasuk yang sangat urgen di dalamnya adalah pemberantasan prilaku korupsi yang sangat membahayakan masa depan kehidupan umat manusia. Gerakan pemuda Indonesia itu harus lebih mengacu pada proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (community development), baik dalam kerangka pemikiran maupun praksisnya di lapangan. Gerakan-gerakan sosial seperti aksi jalanan atau demonstrasi sebagai satu model ekspresi kritik sosial atas kebijakan publik dan politik –yang dipandang kurang berpihak atas kepentingan hidup masyarakat luas– tetap penting. Tapi konseptualisasi-konseptualisasi gagasan yang bersifat sistematis guna merubah dan atau memengaruhi arah kebijakan politik itu juga penting, sehingga aksi ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Aspek inilah yang selama ini tampak diabaikan oleh para pemuda Indonesia, baik yang bergabung dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), maupun Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan lain sebagainya. Implikasinya, dewasa ini banyak elemen gerakan pemuda atau mahasiswa menjadi sangat pragmatis.
Ada banyak fakta yang menjadi rahasia umum di kalangan gerakan pemuda bahwa gerakan-gerakan yang eksis kini terlihat hanya merupakan sempalan dari gerakan politik tertentu. Banyak pemuda kini yang hidupnya mengabdi pada kepentingan kekuasan dan politik. Lahirnya wacana ”gerakan mahasiswa bayaran”, misalnya, adalah contoh kuat argumentasi ini. Jelas, gerakan ini sama sekali tidak mencerminkan watak dasar gerakan kaum muda itu sendiri. Di samping itu, gerakan yang ada kini terlihat tidak memiliki struktur pemikiran yang jelas. Oleh karena itu, mesti dilakukan revitalisasi bahkan rekonstruksi. Revitalisasi secara paradigmatik menemukan relevansinya. Dalam arti kata, revitalisasi atas gerakan pemuda Indonesia mesti diupayakan. Gerakan kaum muda kini terlihat sangat ideologis dan pragmatis, bahkan hedonis dan materialistis. Gerakannya tidak fokus, tidak memiliki arah yang jelas dengan artikulasi politik yang bisa ditafsirkan sebagai media proses pencerahan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
KNPI sebagai tempat berhimpunnya kalangan kaum muda sendiri terbukti tidak mampu menampung seluruh aspirasi. Bahkan, KNPI terlihat sangat mandul. Alih-alih akan menjadi jembatan untuk menampung aspirasi guna membangun akselarasi perjuangan bagi arah perubahan dan pembaharuan pembanguan bangsa, organisasi ini tak lebih sebagai ‘bajaj’: kendaraan murah untuk mengejar kekuasaan semata melalui koneksi para seniornya. Yang jelas, KNPI tidak mampu melahirkan satu model pemikiran yang mampu menunjang arah perubahan perpolitikan nasional yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat secara luas. Demikian halnya dengan organisasi kepemudaan dan atau kemahasiswaan lainnya, dewasa ini tampak kurang memiliki artikulasi pemikiran politik perjuangan yang jelas dan memadai untuk konteks anak zamannya. Kesejahteraan hidup masyarakat sebagai ibu kandung peradaban tidak memperoleh pembelaan secara memadai.
Demonstrasi-demonstrasi yang acapkali mereka lakukan lebih bersifat instan, tidak akademik, dan bahkan terkesan terselubung kepentingan politik tertentu. Salah satu ciri gerakan demonstrasi yang terkontaminasi dengan kepentingan komunitas politik tertentu adalah anarkisme. Anarkis menjadi satu titik fokus, sementara substansi pemikiran dan pesan moral di dalamnya begitu sempit, bahkan sama sekali hampa dari makna moralitas pergerakan yang semestinya. Hemat saya, gerakan pemuda Indonesia dalam konteks perkembangan sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini melakukan kajian intensif menyangkut berbagai hal: sosial, politik, ekonomi, budaya, agama dan lain-lain sebagai satu referensi untuk memengaruhi proses-proses pengambilan kebijakan publik dan politik di sentra-sentra pemerintahan. Hal ini penting dilakukan sebagai kontinuitas perjuangan dalam posisi dirinya sebagai elemen kaum intelektual dan aset masa depan bangsa. Baik KNPI maupun organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan lainnya memiliki tanggung jawab sosial yang sama, yakni mengabdi pada kebenaran sebagai satu dimensi ideologi perjuangan.
Sementara objektivikasi perjuangannya harus senantiasa mengacu pada klausul-klausul teoretis yang memungkinkan tercapainya tingkat kesejahteraan hidup masyarakat secara luas di negeri ini. Oleh karena itu, gerakan-gerakan kaum muda tidak sebatas mengkritisi berbagai kebijakan publik dan politik tetapi adalah bagaimana membangun konseptualisasi-konseptualisasi teoritis guna menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang kini menghambat proses pertumbuhan pembangunan bangsa. Kritik sosial sebagai satu perwujudan sikap demokrasi adalah penting tetapi konseptualisasi teoritis sebagi media penyelesaian masalah (problem solving) jauh lebih penting dan bermakna bagi proses pembangunan bangsa ini. Dalam konteks ini, mestinya KNPI dan organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan lainnya bergerak. Demonstrasi dalam konteks kebutuhan arah reformasi bangsa dan negara saat ini adalah bersifat mubazir. Untuk itu, perlu dipikirkan ulang menyangkut strategi masa depan pembangunan bangsa tercinta ini. Yang jelas, gerakan KNPI dan organisasi kepemudaan lainnya ke depan harus lebih bersifat intelektual, mengandung aspek pencerahan bagi seluruh totalitas proses pembangunan bangsa. Apapun bentuk gerakannya, kebenaran harus selalu menjadi satu standar perjuangan yang abadi.

Pemuda Dalam Perspektif Kebangsaan; Peran Injeksi, Regenerasi, Dan Revitalisasi Gerakan Pemuda


Pemuda Dalam Perspektif Kebangsaan; Peran Injeksi, Regenerasi, Dan Revitalisasi Gerakan Pemuda
Pemuda Dalam Perspektif Kebangsaan; Peran Injeksi, Regenerasi, Dan Revitalisasi Gerakan Pemuda ––Sebuah kajian dari perspektif Historis, Akademik, dan Pergerakan Kaum Muda.
Dalam sejarah dunia tak satupun gerak perubahan tidak melibatkan kaum pemuda di dalam perubahannya. Hal tersebut disebabkan tingginya resistensi kelompok ini terhadap realitas sosial yang terjadi.
Camp Pemuda Remaja
Camp Pemuda Remaja dan Revolusi Dunia
Pemuda termasuk dalam kelompok ini sehingga setiap perubahan di negeri ini tidak luput dari keterlibatan pemuda Indonesia, yang memicu terjadinya pergerakan Pemuda dalam menyikapi fenomena sosial ini oleh Max Weber dikarenakan oleh “the ethic of absolute ends” atau nilai-nilai luhur (idealisme) yang didapatkan oleh pemuda mahasiswa yang dijadikan sebagai main stream perjuangan dalam menyikapi fenomena sosial, dari sudut pandang inilah sehingga pemuda dikatakan “agent nilai”, juga nilai-nilai luhur itupunlah yang dijadikan orientasi pemuda dalam mengawal segala perubahan untuk sebuah proses transformasi sosial sehingga pemuda mendapatkan predikat yang tinggi damata masyarakat maupun dimata birokrasi, Maka sangat wajar jika dalam dunia pemuda sendiri, terjadi kemapanan yang berlangsung terus menerus dan cenderung mempertahankan status quo. Melihat fenomena yang dihadapi oleh Gerakan pemuda yang tidak menentu arah dan semakin kurang menariknya kelembagaan pemuda  menjadi alasan yang mendasari perlunya kajian intensif dalam rangka memperjelas peran dan posisi pemuda. Karena  Gerakan pemuda sebagai pendorong perubahan social selamah ini dianggap mampuh namun pasca Repormasi menjadi tak menentu.
Peran injeksi dalam mengawal suatu Perubahan’
Dalam hal itu, sejarah Indonesia telah membuktikan kebenarannya. Revolusi 1945 adalah revolusi pemuda, yang merupakan klimaks dari long march perjuangan bangsa sejak masa pra-kemerdekaan. Tokoh-tokoh sentralnya, seperti dr Sutomo dan dr Wahidin Sudirohusodo, yang menggagas perkumpulan Budi Oetomo, HOS Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam, adalah orang-orang muda pada zamannya. Mereka adalah para pioner ulung, konseptor pergerakan pada masa pra-kemerdekaan. Bahkan Bung Karno dan Bung Hatta menjadi pimpinan negara pada usia muda, masing-masing 44 dan 43 tahun. Pendek kata, pemuda adalah nafas zaman, tumpuan masa depan bangsa yang kaya akan kritik, imajinasi, serta peran dalam setiap peristiwa yang terjadi di tengah perubahan masyarakat –agent of change. Tidak bisa dipungkiri pemuda memegang peran penting dalam hampir setiap transformasi sosial dan perjuangan meraih cita-cita. Abad 20, dalam perspektif bangsa kita, sesungguhnya adalah sejarah anak-anak muda. Namun itu bukan hanya milik Indonesia. Revolusi Perancis yang menumbangkan monarki dan gereja di abad pertengahan digerakkan oleh kaum intelektual muda. Pemuda Rosseu, Montesquieu, menjadi motor penggerak revolusi menandai zaman baru dan mengilhami bangkitnya renaisans di Eropa. Di Rusia, Revolusi Bolsevik menumbangkan Tsar Nicholas II beserta Dinasti Romanov.
Revolusi Hongaria meletus di tangan para pemuda dan mahasiswa yang  menetang pendudukan Uni Soviet dan pemerintahan boneka. Eropa Barat juga menyaksikan gelombang gerakan pemuda dan mahasiswa sepanjang tahun 60- an: mahasiswa Spanyol bangkit menentang diktator Jenderal Franco pada 1965; hal yang sama juga terjadi di Perancis, Italia, Belgia, dan negara Eropa lainnya. Di dunia Islam Asia-Afrika, para mahasiswa dan pemuda bangkit mempelopori perlawanan terhadap penjajah di sepanjang paruh pertama abad ke-20 sampai tahun 70-an. Para pemudalah yang terlibat dalam Revolusi Aljazair 1954, mengenyahkan Perancis dari tanah itu. Mereka juga berhasil mengusir Inggris dari Mesir. Sejak 1987 hingga sekarang, anak-anak muda bahkan yang masih bocah, telah meletuskan gerakan intifadhah melawan penjajahan Israel di Palestina
Peran Regenerasi’
Pemuda selalu identik dengan perubahan sosial di Indonesia, semenjak jaman kolonial hingga sekarang. Peran kesejarahan dan keterlibatan yang amat panjang telah menempatkannya sebagai kelompok strategis yang memiliki daya dorong transformasi sosial yang signifikan. Hingga tepatlah kiranya bila pemuda dianggap sebagai salah satu ikon penting dalam perubahan sosial di Indonesia. Membaca peran pemuda kontemporer, karenanya butuh diletakkan pada pembacaan historisitasnya. Hal ini bisa dilihat dari peran dan fungsi pemuda Indonesia yang begitu kompleks dalam kehidupan berbangsa, diantaranya mulai perlawanan atas imperialisme, hingga penggulingan rezim kekuasaan despotis, upaya dekonstruksi formasi sosial masyarakat, fungsi sebagai motor penggerak, pengorganisasian dan sekaligus sebagai kekuatan yang berfungsi melawan kekuatan jahat dari luar negara saat ini (neoliberalisme-neoimperialisme).
Mungkin sedikit berkilas balik dan bernostalgia tentang romantisme perjuangan pemuda Indonesia di masa yang lampau. Berakhirnya tanam paksa (cultuur stelsel) telah mengilhami lahirnya politik etis, yang niatan awalnya adalah sebagai bentuk balas jasa pemerintah Hindia Belanda terhadap rakyat Indonesia, atas berbagai macam kekayaan alam bumi Indonesia yang telah dikeruk Belanda. Kaum liberal Belanda yang diwakili oleh Van Deventer mengusulkan program praksis politik dari kebijakan politik etis, yakni trias politica Van Deventer, yang terdiri dari irigasi, emigrasi dan edukasi. Edukasi merupakan bagian politik etis yang mendorong lahirnya sekolah modern di Hindia Belanda, tahun 1902 berdiri Sekolah Dokter Bumiputera (STOVIA). Dari sinilah kemudian lahir lapisan sosial terpelajar dalam masyarakat pribumi. Salah satu pelopor gerakan di masa itu adalah dr. Wahidin Sudhirohusodo, pemimpin majalah “Retnodumilah”. Wahidin berpendapat bahwa kemajuan akan tercapai dengan ilmu pengetahuan barat lewat pendidikan, dengan tanpa meninggalkan warisan Jawa. Tahun 1907 di Jakarta dia bertemu mahasiswa STOVIA dan mendirikan perkumpulan pemuda Budi Utomo pada 20 Mei 1908. Budi Utomo menjadi titik awal lahirnya gerakan kepemudaan yang sifatnya modern dan mengarah pada persatuan nasional, walaupun latar belakangnya masih Jawa sentris. BU menjadi generasi pendobrak bagi perjuangan pemuda Indonesia. Dengan lahirnya Budi Utomo kemudian muncul berbagai macam organisasi kepemudaan yang sifatnya modern, dan mempunyai tujuan politik secara tegas, yaitu melawan imperialisme kolonialisme.
Setelah berjalan dua puluh tahun, beraneka ragam organisasi kepemudaan yang ada di bumi Nusantara –Jong Java, Jong Sumatra, Jong Cilebes, Pemuda Sekar Rukun, Jong Ambon, Jong Borneo, dll- mulai terketuk pintu hatinya untuk mengikatkan diri pada cita-cita luhur, membangun persatuan nasional Indonesia. Sehingga terselenggaralah Kongres Pemuda Indonesia I tahun 1927, dan kemudian dilanjutkan dengan Konges Pemuda Indonesia II pada 1928. Kongres Pemuda II menghasilkan Sumpah Pemuda Indonesia, yang didalamnya menyatakan bahwa Pemuda Indonesia adalah bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, INDONESIA. Sumpah Pemuda menegaskan cita-cita perjuangan pemuda Indonesia, menuju Indonesia merdeka.
Belajar dari ghirah Sumpah Pemuda, pada perjalanannya, pemuda Indonesia selalu berandil besar dalam setiap moment-moment besar perjuangan bangsa Indonesia. Setidaknya, peristiwa 1945, 1966, 1974 dan peristiwa 1998 adalah merupakan keberhasilan emas perjuangan pemuda Indoensia, sebagai warisan nilai-nilai perjuangan 1928. Kini, ketika arus pusaran kapitalisme mulai mengglobal, dengan semangat neoliberalismenya, yang berusaha untuk meruntuhkan tembok besar nasionalisme, pemuda Indonesia kembali ditantang untuk turun pada medan pertarungan. Virus globalisasi yang disemaikan oleh agen-agen neoliberal, bagaimanapun telah melahirkan gerakan emoh negara (I. Wibowo dan F. Wahono (ed), 2003). Parahnya, sasaran utama gerakan ini adalah mereka para pemuda, yang sebagain besar memandang bahwa global itu adalah lebih baik daripada berkutat dalam lokalitas. Akibatnya, jiwa nasionalisme pemuda Indonesia, yang secara susah payah dibangun oleh para founding fathers negeri ini, melalui semangat Sumpah Pemuda, mulai digerogoti dan terkikis sedikit demi sedikit oleh virus globalisasi, yang sifatnya lebih endemik daripada flu burung. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah, bagaimana bangsa Indonesia bisa bangkit, dan menjadi bangsa yang besar? Ketika semangat nasionalisme pemuda sudah tak ada lagi, mereka lebih berpikir untuk kepentingan diri pribadi masing-masing, tidak lagi memiliki semangat kebersamaan untuk memikirkan dan merubah nasib massa rakyat banyak.
Oleh karenanya, sekarang adalah sudah saatnya, bagi kita pemuda Indonesia, untuk kembali berkaca dan mengambil serpihan-serpihan warisan 1928, yang telah terkoyak-koyak. Dahulu, ketika transportasi masih sulit, komunikasi belum secanggih sekarang, mereka pemuda Indonesia di masa itu, telah memiliki semangat kebersamaan yang luar biasa. Mereka bersatu padu membangun persatuan nasional, guna melawan imperialisme yang telah menindas seluruh elemen bangsa Indonesia. Saat ini, ketika tiap hari kita dimanja oleh kecanggihan teknologi, yang memungkinkan kita para pemuda Indonesia untuk berkomunikasi intens tiap hari, mengapa malah semangat kebersamaan itu menjadi semakin terpecah-pecah? Padahal, sekarang kita juga memiliki musuh bersama (common enemy), yang tidak bisa dihadapi sendiri-sendiri. Perlu kebersamaan untuk menangkal badai besar globalisasi dan neoliberalisme, sebagai wujud nyata dari neo-imperilisme. Neoliberlisme telah melumpuhkan sendi-sendi bangsa Indonesia sedikit demi sedikit, yang akibatnya lebih berbahaya dibandingkan dengan imperialisme di masa yang lalu.
Pemuda harus segera mengambil peran, tidak terus-menerus terhegemoni oleh kaum tua, yang semangatnya telah melemah. Warisan 1928 mengajarkan kepada kita semua, untuk menempatkan pemuda pada garda depan perjuangan bangsa. Pemuda harus menjadi pelopor bagi setiap proses transformasi bangsa Indonesia. Adalah salah ketika kita para pemuda senantiasa menunggu dawuh dari mereka kaum-kaum tua, karena Sumpah Pemuda juga tidak lahir dari pesanan kaum-kaum tua, melainkan lahir dari semangat kebersamaan pemuda Indonesia. Sekarang, ketika musuh bersama telah nyata di depan mata, maka sudah waktunya bagi seluruh pemuda Indonesia untuk membumikan kembali semangat bersamaan, yang telah lama terkoyak-koyak. Pemuda harus menjadi ujung tombak perubahan, bahu-membahu melawan neo-imperialisme, untuk merebut makna perjuangan 1928, guna menuju kebangkitan nasional yang sesungguhnya dan mencapai cita-cita luhur bangsa.
Setidaknya ada enam faktor: masalah konsep atau ideologi, sistem, lembaga, strategi, program, implementasi program, dan aktor politik. Andaikata tidak ada persoalan pada kelima faktor terdahulu, maka kegagalan politik terkait pada aktor politik. Persoalan aktor politik yang bisa muncul adalah tentang visi dan kemampuan. Visi umumnya bersifat transenden untuk kepentingan mencapai cita-cita politik jangka panjang. Sedangkan kemampuan merupakan kesanggupan implementatif, yang selain skill, juga menuntut kemampuan fisik. Dalam politik yang menekankan pentingnya aktor yang bersifat personal, maka persoalan kemampuan fisik menjadi hal yang penting. Karena itu, sejauh mana politik mampu melakukan perubahan sangat tergantung sejauh mana lembaga politik melakukan regenerasi terhadap aktor-aktornya. Sebaliknya ada yang berpikir bahwa visi bisa diimplementasikan oleh skill dan kemampuan sistem yang bersifat impersonal. Dalam hal ini, yang dilaksanakan bukan regenerasi, melainkan rejuvenasi terhadap visi sang aktor  Pilihan antara regenerasi dan rejuvenasi itu, jelas mengandung konsekuensi yang berbeda, di mana generasi muda diharapkan dapat memilih dengan cara yang tepat. Bahwa pilihan untuk melakukan, baik regenerasi maupun rejuvenasi, sangat terkait dengan keinginan agar politik mampu melakukan suatu perubahan yang signifikan. Sebab jika keduanya tanpa menawarkan konsep dan perubahan, berarti hanya merupakan suksesi biologis atau sekadar power shift. Hiruk- pikuk tuntutan tentang pentingnya kaum muda diberi peran politik lebih besar seharusnya tidak hanya menuntut dilakukannya regenerasi, tetapi juga mengangkat konsep perubahannya juga. Munculnya Mahatma Gandhi sebagai tokoh politik muda anti kolonialis yang fenomenal di India, karena menawarkan suatu gerakan perubahan alternatif (swadeshi). Hal yang sama terjadi saat Mao Ze Dong muncul sebagai tokoh muda partai dengan konsep long march-nya. Sedangkan perubahan revolusioner digambarkan oleh sepak terjang Che Guevara dan Fidel Castro muda pada masa lalu
Revitalitas Gerakan’
Gerakan pemuda Indonesia, termasuk gerakan mahasiswa, mesti ditafsirkan ulang secara lebih aktual dan kontekstual sesuai dengan perkembangan sosio-kultural kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dewasa ini. Kontekstualisasi gerakan pemuda Indonesia penting sebagai konsekuensi logis perkembangan sejarah kehidupan manusia dan Bangsa Indonesia yang tidak lepas dari ruang dan waktu. Dalam konteks pemikiran ini, kalau sebelum kemerdekan 1945 gerakan pemuda identik dengan perjuangan merebut kemerdekaan dari penjajahan atau kolonialisme asing, dalam era Orde Lama mempertahankan kemerdekaan, para era Orde Baru mengisi ruang-ruang pembangunan, maka dalam konteks era reformasi kini, yang menuntut sejumlah perubahan paradigma, gerakan itu harus kita revitalisasi.
Visi dan misi gerakan pemuda Indonesia mesti diarahkan pada fragmentasi proses perubahan sosial politik dan ekonomi yang lebih berpihak pada kepentingan hidup masyarakat luas di negeri ini. Termasuk yang sangat urgen di dalamnya adalah pemberantasan prilaku korupsi yang sangat membahayakan masa depan kehidupan umat manusia. Gerakan pemuda Indonesia itu harus lebih mengacu pada proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (community development), baik dalam kerangka pemikiran maupun praksisnya di lapangan. Gerakan-gerakan sosial seperti aksi jalanan atau demonstrasi sebagai satu model ekspresi kritik sosial atas kebijakan publik dan politik –yang dipandang kurang berpihak atas kepentingan hidup masyarakat luas– tetap penting. Tapi konseptualisasi-konseptualisasi gagasan yang bersifat sistematis guna merubah dan atau memengaruhi arah kebijakan politik itu juga penting, sehingga aksi ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Aspek inilah yang selama ini tampak diabaikan oleh para pemuda Indonesia, baik yang bergabung dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), maupun Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan lain sebagainya. Implikasinya, dewasa ini banyak elemen gerakan pemuda atau mahasiswa menjadi sangat pragmatis.
Ada banyak fakta yang menjadi rahasia umum di kalangan gerakan pemuda bahwa gerakan-gerakan yang eksis kini terlihat hanya merupakan sempalan dari gerakan politik tertentu. Banyak pemuda kini yang hidupnya mengabdi pada kepentingan kekuasan dan politik. Lahirnya wacana ”gerakan mahasiswa bayaran”, misalnya, adalah contoh kuat argumentasi ini. Jelas, gerakan ini sama sekali tidak mencerminkan watak dasar gerakan kaum muda itu sendiri. Di samping itu, gerakan yang ada kini terlihat tidak memiliki struktur pemikiran yang jelas. Oleh karena itu, mesti dilakukan revitalisasi bahkan rekonstruksi. Revitalisasi secara paradigmatik menemukan relevansinya. Dalam arti kata, revitalisasi atas gerakan pemuda Indonesia mesti diupayakan. Gerakan kaum muda kini terlihat sangat ideologis dan pragmatis, bahkan hedonis dan materialistis. Gerakannya tidak fokus, tidak memiliki arah yang jelas dengan artikulasi politik yang bisa ditafsirkan sebagai media proses pencerahan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
KNPI sebagai tempat berhimpunnya kalangan kaum muda sendiri terbukti tidak mampu menampung seluruh aspirasi. Bahkan, KNPI terlihat sangat mandul. Alih-alih akan menjadi jembatan untuk menampung aspirasi guna membangun akselarasi perjuangan bagi arah perubahan dan pembaharuan pembanguan bangsa, organisasi ini tak lebih sebagai ‘bajaj’: kendaraan murah untuk mengejar kekuasaan semata melalui koneksi para seniornya. Yang jelas, KNPI tidak mampu melahirkan satu model pemikiran yang mampu menunjang arah perubahan perpolitikan nasional yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat secara luas. Demikian halnya dengan organisasi kepemudaan dan atau kemahasiswaan lainnya, dewasa ini tampak kurang memiliki artikulasi pemikiran politik perjuangan yang jelas dan memadai untuk konteks anak zamannya. Kesejahteraan hidup masyarakat sebagai ibu kandung peradaban tidak memperoleh pembelaan secara memadai.
Demonstrasi-demonstrasi yang acapkali mereka lakukan lebih bersifat instan, tidak akademik, dan bahkan terkesan terselubung kepentingan politik tertentu. Salah satu ciri gerakan demonstrasi yang terkontaminasi dengan kepentingan komunitas politik tertentu adalah anarkisme. Anarkis menjadi satu titik fokus, sementara substansi pemikiran dan pesan moral di dalamnya begitu sempit, bahkan sama sekali hampa dari makna moralitas pergerakan yang semestinya. Hemat saya, gerakan pemuda Indonesia dalam konteks perkembangan sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini melakukan kajian intensif menyangkut berbagai hal: sosial, politik, ekonomi, budaya, agama dan lain-lain sebagai satu referensi untuk memengaruhi proses-proses pengambilan kebijakan publik dan politik di sentra-sentra pemerintahan. Hal ini penting dilakukan sebagai kontinuitas perjuangan dalam posisi dirinya sebagai elemen kaum intelektual dan aset masa depan bangsa. Baik KNPI maupun organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan lainnya memiliki tanggung jawab sosial yang sama, yakni mengabdi pada kebenaran sebagai satu dimensi ideologi perjuangan.
Sementara objektivikasi perjuangannya harus senantiasa mengacu pada klausul-klausul teoretis yang memungkinkan tercapainya tingkat kesejahteraan hidup masyarakat secara luas di negeri ini. Oleh karena itu, gerakan-gerakan kaum muda tidak sebatas mengkritisi berbagai kebijakan publik dan politik tetapi adalah bagaimana membangun konseptualisasi-konseptualisasi teoritis guna menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang kini menghambat proses pertumbuhan pembangunan bangsa. Kritik sosial sebagai satu perwujudan sikap demokrasi adalah penting tetapi konseptualisasi teoritis sebagi media penyelesaian masalah (problem solving) jauh lebih penting dan bermakna bagi proses pembangunan bangsa ini. Dalam konteks ini, mestinya KNPI dan organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan lainnya bergerak. Demonstrasi dalam konteks kebutuhan arah reformasi bangsa dan negara saat ini adalah bersifat mubazir. Untuk itu, perlu dipikirkan ulang menyangkut strategi masa depan pembangunan bangsa tercinta ini. Yang jelas, gerakan KNPI dan organisasi kepemudaan lainnya ke depan harus lebih bersifat intelektual, mengandung aspek pencerahan bagi seluruh totalitas proses pembangunan bangsa. Apapun bentuk gerakannya, kebenaran harus selalu menjadi satu standar perjuangan yang abadi.

Dana Kemahasiswaan BEM 2011

Kita semua sepakat bahwa pengembangan kehidupan kemahasiswaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional pada umumnya dan kehidupan kampus pada khususnya.
Kehidupan kampus itu sendiri tidak terlepas dari berbagai jenis kegiatan atau aktivitas yang sekaligus menjadi sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan, profesi, integritas kepribadian, sikap ilmiah, dan rasa persatuan dan kesatuan.
Terkait dengan hal tersebut Direktorat Jenderal Pendidikan, c.q. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan setiap tahun memberikan bantuan dana kepada unit kegiatan mahasiswa, intra dan antarperguruan tinggi. Persyaratan dasar program bantuan ini adalah kegiatan bersifat multi kampus (jejaring) dan diketahui oleh pimpinan perguruan tinggi bidang kemahasiswaan (PR/Ketua/Direktur III).
Penerbitan pedoman program bantuan kegiatan kemahasiswaan ini diharapkan dapat memudahkan bagi mahasiswa atau unit kegiatan mahasiswa untuk menyusun proposal kegiatan sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan sekaligus sebagai pedoman bagi Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan untuk menentukan pemberian bantuan.
Kami mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada tim penyusun pedoman ini dan mengharapkan fasilitasi dalam bentuk bantuan dana ini dapat memberi manfaat sesuai dengan yang diharapkan.
informasi lebih lanjut, silahkan klik link dibawah ini
http://www.dikti.go.id/dmdocuments/belmawa/2011/onmipa%202011/Pedoman%20Program%20Bantuan%20Dana.pdf